Pada tanggal 19 Agustus 1945, dua hari setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Ki Hajar Dewantara dilantik menjadi Menteri Pengajaran pada Kabinet Presidensial I yang masa kerjanya sangat pendek, hanya empat bulan, dari 19 Agustus 1945 s/d 14 November 1945. Walau hanya berumur empat bulan, pengangkatan Ki Hajar Dewantara sangat penting artinya karena Ki Hajar Dewantara-lah yang meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional Indonesia, yang formalnya diambil secarah utuh dari Konsep Pendidikan Taman Siswa, suatu lembaga pendidikan swasta yang didirikan oleh Ki Hajar Dewantara pada tanggal 3 juli 1922, yang ketika itu bernama National Onderwijs lstitut Taman Siswa.
Pengangkatan Ki Hajar Dewantara sebagai Menteri Pengajaran yang pertama dianggap sebagai sebuah
momentum untuk memotong mata rantai sistem pendidikan kolonial yang didirikan Pemerintah Hindia
Belanda yang dianggap sangat intelektualistik dan materialistik. Menurut Ki Hajar Dewantara, sistem
pendidikan kolonial itu sangat gersang karena berbagai kebutuhan bangsa tidak terjawab atau dengan
kata lain tidak terpenuhi. Lulusan Holand lndise School (HIS) yang didirikan pemerintah kolonial untuk
bumiputera, misalnya, sekalipun memberi kesempatan yang luas pada bumiputera untuk memperoleh
pendidikan, namun oleh Ki Hajar Dewantara dianggap tidak memberi harapan seperti yang diinginkan
banyak orang.
Kegelisahan itulah yang mendorong Ki Hajar Dewantara merombak sistem pendidikan warisan kolonial
dengan mengembalikannya ke suatu bentuk sistem baru, yang disebut dengan “Konsep Pendidikan
Nasionallndonesia”. Dasar-dasar Konsep Pendidikan Nasional berasal dari kepribadian bangsa. Dengan
demikian, menurut Ki Hajar Dewantara, proses pembelajaran harus bertumpu pada ketiga hal berikut:
- lng ngarsa sung tu/adha, yang berarti seseorang yang berada di depan harus dapat memberi teladan atau contoh. Siswa tidak hanya mempelajari pengetahuan semata, tetapi juga belajar tentang lingkungannya, termasuk belajar mengenai pribadi pendidiknya secara personal. Oleh karena itu para pendidik dituntut dan diharuskan memiliki karakter dan kepribadian yang dapat ditiru oleh anak didiknya.
- lng madya mangun karsa, yang berarti seseorang dituntut memiliki kemampuan untuk
menciptakan kreativitas, prakarsa, ide-ide di antara orang lain. Kreativitas tersebut pada
dasarnya menuntut seseorang agar dapat membangkitkan minat dan semangat belajar
muridnya/siswanya. Dalam hal ini seorang guru tidak diperlukan mengajar terlalu banyak,
tetapi diminta agar memberi motivasi sebanyak-banyaknya kepada murid/siswanya agar
mampu berpikir kritis, mandiri, dan aktif. - Tut wuri handayani, seorang pendidik harus dapat memberi dorongan dan arahan kepada
murid dan siswanya untuk mencapai tujuan dan cita-citanya. Caranya adalah seorang guru
harus memberi dorongan kepada murid dan siswanya agar memahami bahwa dalam belajar
selalu harus tuntas dan berkelanjutan karena itu merupakan kunci sukses
Penunjukan Ki Hajar Dewantara sebagai Menteri Pengajaran tidak dimaksudkan hanya sebatas
pengajaran dalam arti sekolah dan pendidikan secara sempit, tetapi juga mencangkup masalah-masalah
kebudayaan. Ki Hajar Dewantara merumuskan secara konsisten pandangannya tentang pembangunan
kebudayaan nasional Indonesia, sebagaimana dilontarkankannya dalam “Polemik Kebudayaan” tahun
1930-an, bahwa yang disebut dengan kebudayaan nasional Indonesia sesungguhnya adalah “puncakpuncak kebudayaan daerah”. Dengan demikian, menurut Ki Hajar Dewantara, kebudayaan nasional Indonesia ialah puncak-puncak dan sari-sari kebudayaan yang bernilai tinggi di seluruh kepulauan, baik yang lama maupun ciptaan baru, yang berjiwa nasional. Karena itu janganlah segan-segan:
- menghentikan pemeliharaan segala kebudayaan lama yang merintangi kemajuan kehidupan peri kemanusiaan;
- meneruskan pemeliharaan kebudayaan yang bernilai dan bermanfaat bagi hidup dan peri
kehidupan yang perlu perubahan diperbaiki dan disesuaikan dengan alam dan zaman baru; serta - memasukkan segala bahan kebudayaan dari luar ke dalam alam kebudayaan kebangsaaan kita,
asalkan yang dapat memperkaya dalam kehidupan bangsa kita. - Pemahaman dasar tentang proses pembangunan kebudayaan nasional lndonesia dari Ki Hajar Dewantara inilah yang menjadi inti program pelestarian kebudayaan Indonesia yang dilakukan hingga kini, yang bertopang pada prinsip perlindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan. Pemahaman dasar tentang pelestarian kebudayaan Ki Hajar Dewantara inilah yang mengilhami Undang-undang Pemajuan Kebudayaan No. 5 Tahun 2017, seperti yang dituangkan dalam Undang-undang (UU) Pemajuan Kebudayaan sebagai berikut:
I. Bahwa untuk memajukan kebudayaan nasional indonesia diperlukan langkah strategis
berupa upaya pemajuan kebudayaan melalui pelindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan
pembinaan guna mewujudkan masyarakat Indonesia yang berdaulat secara politik, berdikari
secara ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan. - Pemajuan kebudayaan adalah upaya meningkatkan ketahanan budaya dan kontribusi budaya
Indonesia di tengah peradaban dunia melalui perlindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan
pembinaan kebudayaan. - Perlindungan adalah upaya menjaga keberlanjutan kebudayaan yang dilakukan dengan cara
inventarisasi, pengamanan, pemeliharaan, penyelamatan, dan publikasi. - Pengembangan adalah upaya menghidupkan ekosistem kebudayaan serta meningkatkan,
memperkaya, dan menyebarluaskan kebudayaan. - Pemanfaatan adalah upaya pendayagunaan objek pemajuan kebudayaan untuk menguatkan
ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan dalam mewujudkan
tujuan nasional. - Pembinaan adalah upaya pemberdayaan sumber daya manusia kebudayaan, lembaga
kebudayaan, dan pranata kebudayaan dalam meningkatkan dan memperluas peran aktif
dan inisiatif masyarakat.
Ada tiga hal utama yang menjadi tonggak pembangunan pendidikan dan kebudayaan menurut Ki Hajar Dewantara, yakni sebagai berikut:
- Pemotongan mata rantai sistem pendidikan buatan kolonial yang telah berlangsung lama,
yang dianggap sangat intelektualistik dan materialistik. - Diletakannya sistem pendidikan nasional yang dasar-dasarnya berasal dari kepribadian bangsa,
yang bertumpu pada ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. - Pembangunan kebudayaan nasional Indonesia yang bertopang pada prinsip pelestarian
budaya melalui kinerja, perlindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan.
Ketiga hal utama itulah yang sesungguhnya diolah dan dikembangkan dengan berbagai program oleh
para Menteri Pendidikan dan Kebudayaan selanjutnya hingga hari ini. Ketika terjadi penggantian kabinet
pada bulan November 1945, dari Kabinet Presidential ke Kabinet Syahrill, jabatan Menteri Pengajaran
yang dijabat Ki Hajar Dewantara diserahterimakan ke tangan Mr. Todung Sutan Gunung Mulia Harahap,
yang secara konsisten melanjutkan program pembangunan pendidikan dan kebudayaan yang telah
diletakan dasar-dasarnya oleh Ki Hajar Dewantara, yang menyangkut tiga hal utama, yakni I) mengubah
kurikulum agar sesuai dengan wawasan kebangsaan, 2) memperbaiki sarana dan prasarana pendidikan,
serta 3) memperluas jangkauan lembaga-lembaga pendidikan agar tidak terfokus pada pendidikan umum
saja, namun juga pada pendidikan agama. Selain itu Mr. Todung Sutan Gunung Mulia Harahap berhasil
menerbitkan Surat Keputusan Pemerintah yang menetapkan bahwa urusan keagamaan yang semula
bagian dari Departemen Pengajaran Pendidikan dan Kebudayaan berubah menjadi urusan Departemen
Dalam Negeri. Mr. Todung Sutan Gunung Mulia Harahap hanya menjabat Menteri Pengajaran selama
empat bulan, karena setelah Kabinet Syahrir II dibentuk ia pun diganti oleh Muh Syafei sampai dengan
2 oktober 1946, yang kemudian digantikan lagi oleh Mr. Soewandi. Keduanya dapat dikatakan tidak
terlepas dari bayang-bayang kebijakan Menteri Pengajaran sebelumnya; bahkan ketika Mr. Soewandi
menjabat sebagai Menteri Pengajaran ia membentuk Panitia Penyelidik Pengajaran Republik Indonesia
yang diketuai oleh Ki Hajar Dewantara. Salah satu tujuan utama panitia ini adalah menjabarkan secara
rind Program Kebijakan Pembangunan Pendidikan dan Kebudayaan yang telah diletakkan oleh Ki Hajar
Dewantara agar dapat diaplikasikan dalam program aksi dan dapat dilaksanakan secara merata di
seluruh Indonesia. Sepanjang tahun sejak Kemerdekaan Indonesia 1945 s/d 1950 tidak banyak yang
dapat dilakukan oleh para menteri kecuali melanjutkan kebijakan dan mengisi berbagai program dan
melanjutkan tugas-tugas rutin di Kementerian Pengajaran. Dr. Abu Hanifah DT. Marajo Ameh menjadi
Menteri Pengajaran Republik Indonesia Serikat (RIS) pertama dan sekaligus Menteri Pengajaran
RIS terakhir. Masa jabatannya relatif lebih lama dibanding menteri-menteri pengajaran sebelumnya,
yang rata-rata hanya menjabat kurang dari satu tahun, seperti Mr. Soewandi, Mr. Gunarso, Mr. Ali
Sastroamidjojo, dan Mr. Teuku Moh Hasan, kecuali Sarmidi Mangunsarkoro yang menjabat lebih dari satu
tahun.
Ada tiga hal penting yang menandai masa jabatan Sarmidi Mangunsarkoro selaku Menteri Pengajaran,
yakni mewajibkan pengajaran agama untuk masing-masing penganut dan pembenahan Balai Pustaka
menjadi lembaga penerbitan yang berada secara langsung di bawah Kementerian PP dan K dan
ditargetkan secara khusus agar menerbitkan buku-buku bermutu untuk bacaan di semua sekolah.
- Era Menteri Kebudayaan 19 Agustus 1945-5 Juli 1959 didominasi oleh program yang berlandaskan pada semangat mencari identitas pendidikan Nasional dan pembangunan kebudayaan yang berasal dari puncak-puncak Kebudayaan Daerah: Pandangan Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan dan kebudayaan menjadi arus utama arah pembangunan, Pendidikan dan Kebudayaan.
- Era Demokrasi Terpimpin Tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno menyampaikan Dekrit kembali ke UUD 1945. Dekrit ini diikuti dengan pembentukan Kabinet Kerja I-IV (1959-1966), Kabinet Dwikora 1-11 (1964-1966), Kabinet Ampera I (25 Juli 1966-17 Oktober 1967). Masa ini disebut masa Demokrasi Terpimpin, disebut juga dengan Orde Lama, sejak Dekrit Presiden 5 Juli 1959 sampai dengan lahirnya Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto. Pada masa Demokrasi Terpimpin inilah Prof. Dr. Prijono menjadi Menke Pendidikan dan Kebudayaan, yang membawahi dua kementerian yang mengurusi pendidikan dan kebudayaan, yakni: a) Menteri Pendidikan Perguruan Tinggi dan llmu Pengetahuan (PTIP), dan b) Menteri Pendidikan dasar dan Kebudayaan. Hampir semua kegiatan di kedua kementerian ini didominasi oleh pemikiran Bung Karno tentang pembangunan manusia Indonesia masa depan, yang diterjemahkan oleh Prof. Prijono dalam sebuah rancangan tentang landasan pendidikan nasional yang disebutnya Panca Wardhana, terdiri atas:
- a) perkembangan cinta bangsa dan tanah air, moral, nasional/internasional keagamaan,
- b) perkembangan intelegensia,
- c) perkembangan emosional, artistik, atau rasa keharuan dan keindahan lahir batin,
- d) perkembangan kerajinan tangan, serta
- e) perkembangan jasmani.
- Era Orde Baru
Masa ini diawali dengan dibentuknya Kabinet Pembangunan I s/d VII, berlangsung mulai 6 Juni 1968 hingga 21 Mei 1998. Pergantian kabinet yang menyebabkan penggantian Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tetapi presidennya tetap satu orang, yaitu Presiden Soeharto. Jadi dapat dikatakan bahwa semua Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, kebijakan pembangunan di bidang pendidikan dan kebudayaan ditujukan untuk menyebarluaskan pandangan Presiden Soeharto di bidang pendidikan dan kebudayaan, bahkan jugadiperuntukkan menjaga kelanggengan kekuasaan Orde Baru. - Era Reformasi Era reformasi ditandai dengan dibentuknya Kabinet Reformasi Pembangunan oleh BJ. Habibie 21 Mei 1998-26 Oktober 1999. Sangat banyak variasi dan kebijakan yang berganti secara cepat ketika itu. Pad a mas a kabinet parlementer pergantian kabinet san gat cepat dengan jatuh bangunnya kabinet, sejak 19 agustus 1945 s/d 5 juli 1959, yang secara langsung menyebabkan terjadinya penggantian menteri-menteri pendidikan dan kebudayaan, namun hampir tidak tampakadanya perubahan yang mendasar tentang arah dan tujuan dan kebijakan yang diterapkan di bidang pendidikan dan kebudayaan karena kerangka pemikiran Ki Hajar Dewantara selalu menjadi rujukan dari semua Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Kabinet mana pun. Peran Taman Siswa sangat besar, karena idealisme Pendidikan Taman Siswa dapat menembus sekat partai dan kabinet mana pun. Lain halnya pada era Reformasi. Pergantian kabinet berdampak pada penggantian presiden dan pergantian menteri, artinya program-program pun berganti secara cepat mengikuti kebijakan-kebijakan penguasa yang juga silih berganti, antara lain
- a) Kabinet Reformasi Pembangunan (21 Mei 1998-26 Oktober 1999) di bawah Presiden BJ. Habibie.
- b) Kabinet Persatuan Nasional 25 Oktober 1999-2001 Presiden Abdul Rahman Wahid.
- c) Kabinet Gotong Royong 9 Agustus 2001-2004 Presiden Megawati Soekarnoputri.
- d) Kabinet Indonesia Bersatu 1-11 Presiden Susilo Bambang Yudoyono 21 Oktober 2004-2014.
- e) Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo 27 Oktober 2014 – Oktober 2024
- f) Kabinet Merah Putih Prabowo Subianto Oktober 2024 – Sekarang
Sumber : Kemdikbud
[…] Baca Juga : Pemikiran Pembangunan Pendidikan Dan Kebudayaan Indonesia […]