kolompendidikan

Pengelompokan satuan pendidikan berdasarkan hasil asesmen nasional tahun 2021

Framework Asesmen Nasional

Asesmen Nasional merupakan bagian dari kebijakan evaluasi Pendidikan pada jenjang dasar dan menengah. Asesmen Nasional didesain untuk menghasilkan informasi mengenai efektivitas proses pembelajaran di tiap satuan Pendidikan, madrasah dan program Pendidikan kesetaraan.
Asesmen Nasional berfokus pada literasi dan numerasi karena keduanya merupakan kompetensi mendasar yang perlu dimiliki oleh setiap peserta didik. Kedua kompetensi ini diukur dengan tes kognitif yang disebut Asesmen Kompetensi Minimum (AKM). Asesmen Nasional juga mengukur karakter perkembangan peserta didik secara holistik. Dalam Asesmen Nasional, karakter peserta didik diukur menggunakan Survei Karakter.

Baca Juga :Asesmen Nasional


Pengukuran hasil belajar ini dilakukan pada sampel peserta didik kelas 5, 8, dan 11 di masing-masing Satuan Pendidikan/madrasah. Asesmen Nasional juga mengumpulkan informasi tentang variabel-variabel input dan proses pembelajaran yang berpotensi mempengaruhi hasil belajar peserta didik. Hal ini dilakukan menggunakan sekumpulan instrumen yang disebut Survei Lingkungan Belajar (Sulingjar). Pemilihan variabel yang diukur oleh Survei Lingkungan Belajar didasarkan pada model satuan pendidikan efektif yang dibangun dari literatur yang relevan. Selain mengumpulkan informasi dari peserta didik, Survei Lingkungan Belajar juga mengumpulkan informasi dari guru dan kepala satuan pendidikan. Survei Lingkungan Belajar yang dijelaskan dalam laporan ini dikembangkan untuk satuan pendidikan umum yakni Satuan Pendidikan dan madrasah.

  1. Asesmen Kompetensi Minimum
    • Berbagai studi menegaskan bahwa era modern membutuhkan lebih dari sekadar pemahaman konsep. Kecakapan dalam menerapkan pengetahuan konseptual, kecakapan berpikir tingkat tinggi, dan kecakapan dalam berkomunikasi merupakan aspek kunci dalam menghadapi kebutuhan modern yang semakin kompleks (Ananiadou & Claro, 2009; de Lange, 2006, Grek, 2009; Ohio Department of Education, 2002). Pandangan tersebut sejalan dengan gagasan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) melalui Programme for International Student Assessment (PISA). Sebagai suatu program asesmen skala besar, PISA tidak bertujuan untuk mengukur penguasaan siswa akan materi kurikulum Satuan Pendidikan melainkan lebih fokus menilai kecakapan individu dalam menerapkan kecakapan di berbagai situasi dunia nyata (Grek, 2009; OECD, 1999). PISA dilandasi pandangan pragmatis tentang pendidikan, yaitu mempersiapkan individu untuk belajar sepanjang hayat. Oleh karena itu, PISA memberikan perhatian tinggi pada situasi masalah dunia nyata dan kapasitas individu siswa untuk memasuki dunia kerja dengan kecakapan inti (core skills) yang mencakup literasi dan numerasi (OECD, 2003). Literasi dan numerasi tersebut selanjutnya menjadi aspek yang diukur pada PISA yang selanjutnya dikenal dengan literasi membaca, literasi matematika, dan literasi sains. Perhatian tinggi masyarakat global terhadap literasi dan numerasi (literasi matematika) sebagai kecakapan inti (core skills) yang perlu dikuasai individu diresponpemerintah Indonesia dengan program Asesmen Kompetensi Minimum (AKM). AKM menanggapi kebutuhan global saat ini bahwa peserta didik diharapkan mampu beradaptasi dengan dunia yang cepat berubah dan berpartisipasi aktif di masyarakat. Oleh karena itu, peserta didik perlu menjadi pembelajar sepanjang hayat. Dua kemampuan yang menentukan kecakapan seseorang untuk belajar sepanjang hayat adalah kompetensi literasi membaca dan literasi matematika, yang sering disebut numerasi. Dua kompetensi ini penting karena peserta didik perlu mengembangkan keterampilan logis-sistematis, keterampilan bernalar menggunakan konsep dan pengetahuan yang telah dipelajari, serta keterampilan untuk memahami, memilah, dan menggunakan informasi secara kritis. Melalui AKM, peserta didik berlatih meningkatkan kecakapan literasi dan numerasinya dengan menyelesaikan masalah-masalah dengan beragam konteks. Dua kecakapan ini terus dikembangkan peserta didik sepanjang hayat melalui interaksinya dengan lingkungan dan komunitas masyarakat yang lebih luas
  2. Survey Lingkungan Belajar
    • Peserta didik menghabiskan sebagian besar waktu di satuan pendidikan dengan mengikuti aktivitas pembelajaran di kelas, baik dalam moda daring, luring, ataupun campuran (blended). Karena itu, pengalaman peserta didik di kelas adalah penentu utama hasil belajar peserta didik. Hal ini dapat dipotret dari kualitas praktik pembelajaran yang digunakan oleh guru. Praktik pembelajaran memiliki variasi yang besar, dan sampai derajat tertentu juga tergantung karakteristik disiplin ilmu atau mata pelajaran. Meski demikian, praktik pembelajaran juga memiliki karakteristik atau dimensi yang mencerminkan kualitas generik atau lintas mata pelajaran. Survei Lingkungan Belajar mengadopsi model yang menyatakan bahwa praktik pembelajaran yang baik harus memfasilitasi tiga fungsi dasar, yaitu mengelola perilaku, memotivasi peserta didik, dan membantu peserta didik membangun pengetahuan baru (Praetorius et al., 2018). Masing-masing fungsi dasar tersebut difasilitasi melalui praktik manajemen kelas, dukungan afektif, dan aktivasi kognitif. Melalui manajemen kelas yang baik, guru dapat menciptakan suasana yang kondusif bagi peserta didik untuk memfokuskan perhatian pada aktivitas belajar. Melalui dukungan afektif, guru dapat memenuhi kebutuhan psikologis dasar peserta didik agar mereka merasa berdaya (self determined) sebagai pembelajar. Melalui aktivasi kognitif, guru dapat membantu peserta didik memproses materi secara mendalam dan membangun pemahaman yang tepat tentang materi pelajaran tersebut. Variabel kualitas pembelajaran dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah kompetensi guru (teacher competency). Adapun kompetensi guru yang dimaksud, terdiri dari dua hal yaitu pemahaman materi mata pelajaran (content knowledge) dan bagaimana cara mengajarkan konten tersebut (pedagogical content knowledge) (Fauth, et al, 2019). Meskipun demikian, pada Sulingjar, variabel kompetensi guru tidak diukur dikarenakan pelaksanaannya seperti lazimnya tes yang terstandarisasikan dan terawasi. Sedangkan pengisian Sulingjar pada guru dilaksanakan secara mandiri. Maka itu, Sulingjar hanya memiliki variabel yang menjadi proksi dari kompetensi guru yaitu misalnya kualifikasi dan persepsi tentang area-area kebutuhan pelatihan. Faktor berikutnya yang mempengaruhi kualitas pembelajaran adalah refleksi dan perbaikan praktik pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Dan yang terakhir, lingkungan satuan pendidikan juga memiliki dampak terhadap kualitas pembelajaran. Pada konteks lingkungan satuan pendidikan ini, program dan kebijakan kepala satuan pendidikan merupakan hal yang utama. Hal ini meliputi perumusan dan komunikasi visi misi satuan pendidikan, pengelolaan kurikulum satuan pendidikan, dan penyediaan sumber daya pendukung (Shengnan & Hallinger, 2020). Faktor lainnya yang juga ikut mempengaruhi pengalaman belajar peserta didik adalah iklim sosial di satuan pendidikan (Wang & Degol, 2016). Secara khusus, iklim sosial yang dimaksud dalam survei lingkungan belajar adalah dimensi keamanan dan dimensi inklusivitas satuan pendidikan. kondisi kedua dimensi tersebut menentukan proses belajar mengajar di satuan pendidikan. Peserta didik yang merasa tidak aman di satuan pendidikan, misal karena terjadinya perundungan, maka akan kesulitan untuk mengikuti pelajaran (Olweus, 2013). Begitupun juga, peserta didik yang mengalami diskriminasi baik karena agama, etnis, budaya dan sebagainya. (Richman & Leary, 2021)
  3. Survey Karakter
    • Karakter dianggap sebagai suatu karakteristik yang melekat pada individu dan dianggap unik. Karakter juga dianggap sebagai faktor yang menentukan perilaku seseorang. Oleh karena itu, karakter selalu berkaitan dengan sikap dan nilai yang dimiliki oleh individu. Maka hal yang lumrah apabila karakter yang baik berkaitan dengan perilaku yang ditampilkan saat berinteraksi dengan orang lain seperti toleransi, tolong menolong, kedermawanan dan sebagainya . (Baehr, 2017). Berdasarkan dokumen technical report survei karakter yang dimiliki oleh Kemendikbudristek (Kemendikbudristek, 2021), definisi survei karakter adalah pengukuran terhadap sikap, nilai, keyakinan dan kebiasaan yang mencerminkan karakter siswa. Survei karakter didesain untuk mengukur aspek sosio-emosional siswa yang sesuai dengan Profil Pelajar Pancasila. Secara umum Profil Pelajar Pancasila yang dimaksud yaitu memiliki perilaku yang menjadi cerminan nilai-nilai Pancasila dan memiliki kompetensi global. Di samping itu, survei karakter dimaksudkan untuk menekankan bahwa proses belajar mengajar tidak hanya mengembangkan potensi siswa secara kognitif, tetapi juga aspek non-kognitif termasuk karakter siswa
Pengelompokan-Satuan-Pendidikan-Berdasarkan-Hasil-Asesmen-Nasional-Tahun-2021

Sumber : https://pusmendik.kemendikdasmen.go.id/

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *