Abdul Malik Fadjar

Menteri Pendidikan Masa Jabatan 10 Agustus 2001 – 20 Oktober 2004

Kabinet Persatuan Nasional hanya bertahan sampai tahun 200 I. Pada tanggal 23 Juli 200 I Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) menggelar sidang istimewa (SI). Hasil sidang tersebut melengserkan
K.H.Abdurrahman Wahid sebagai presiden dan mengangkat Megawati SoekarnovPutri menjadi presiden
denganbWakil Presiden Hamzah Haz. Megawati membentuk kabinet baru, Kabinet Gotong Royong.
Dalam kabinetbini Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) dijabat oleh Prof. Drs.A. Malik Fadjar, Msc.
A. Malik Fadjar tumbuh dan berkembang di tengah keluarga pendidik. Ia lahir pada tanggal 22 Februari
1939 di Yogyakarta, putra keempat dari tujuh bersaudara. Ayahnya, Fadjar Martodihardjo, seorang
guru agama, dan ibunya bernama Hj. Salamah Fadjar. Malik Fadjar tekun mempelajari ilmu agama dan
keagamaan. Salah satu ajaran penting yang diwariskan kepada anak-anaknya adalah percaya diri dan
keberanian diri sebagaimana ditunjukkan ayah Malik Fadjar yang dikenal sebagai pribadi pemberani,
dalam arti lebih banyak menampilkan “tut wuri” yang mendorong lahirnya sikap percaya diri dan
keberanian diri yang berpangkal pada iman. Ayahnya, menurut Malik Fadjar, memang berpengaruh
dalam membentuk kerpibadiannya melalui tiga hal, yaitu (I) komitmen pada dunia pendidikan, (2)
kesederhanaan, dan (3) kepedulian kepada sanak saudara. Sementara itu Fadjar Martodirejo, ayahnya,
memberi kebebasan anaknya berkembang serta memilih jenis pendidikan formal dan profesi.
Pendidikan Malik Fadjar dilalui dari bangku Sekolah Rakyat (SR) 6 tahun di Magelang (1952/1953), lalu
Pendidikan Guru Agama Pertama (PGAP) 4 tahun di Magelang (1956/1957), dan Pendidikan Guru
Agama Atas (PGAA) 2 tahun di Yogyakarta (1958/1959). Setelah menyelesaikan pendidikan di PGAA ia
melanjutkan pendidikan di Fakultas Tarbiyah lnstitut Agama Islam Negeri (lAIN) Sunan Ampel Malang
dan berhasil meraih gelar sarjana pada tahun 1972, walaupun semula hanya menempuh pendidikan
sarjana muda pada tahun 1963 Pada tahun 1981 ia meraih gelar Master of Science di Department of
Educational Research, Florida State University, Amerika Serikat. Sebelum pindah ke Malang, Malik Fadjar pernah tinggal di Nusa Tenggara Barat (NTB) sebagai guru agama di Sekolah Dasar Negeri (SON) Taliwang (1956-1960), guru Sekolah Madrasah lftidaiyah (SMI), guru agama pada SGBN Sumbawa Besar (1960-1961), dan Kepala Agama pada Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) Sumbawa Besar (1961-1963), dan Kepala Sekolah Menengah Ekonomi Pertama (SMEP). Selain mengajar Malik Fadjar aktif menggerakkan kehidupan beragama (Islam) di masayarakat sekitar sehingga nama A. Malik Fadjar akrab di masyarakat Sumbawa (NTB). Di samping itu ia menampilkan diri sebagai manusia pelayan dan pengabdi kepada masyarakatnya. Setelah meraih gelar Master of Science selama kurang lebih tujuh tahun kemudian, Malik Fadjar pun berhasil menjadi guru besar di lAIN Sunan Ampel. Ia pernah menjabat Dekan Fakultas llmu Sosial dan llmu Politik (FISIP) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) selama satu tahun (1983-1984), kemudian menjadi rektor di Universitas Muhammadiyah Surakarta dan UMM. Selama menjabat sebagai rektor ia berkesempatan menjadi Menteri Agama Indonesia menggantikan Quraisy Shihab. Jabatan itu hanya diem ban selama satu tahun ( 1998-1999) dan digantikan oleh Mohammad Tolchah Hasan. Pada tahun 2001 ia dipercaya kembali menjadi Mendiknas menggantikan Yahya Muhaimin hingga tahun 2004 dan kemudian digantikan oleh Bam bang Sudibyo. Pada bagian akhir kedudukannya sebagai Mendiknas ia menjabat sebagai Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menke Kesra) ad-Interim menggantikan Jusuf Kalla sejak tanggal 22 April 2004 karena Jusuf Kalla mencalonkan diri sebagai wakil presiden dalam pemilu 2004 Pengangkatannya sebagai Menko Kesra ad-Interim tertuang dalam Surat Keputusan Presiden Rl Nomor B-137 tanggal 22 April 2004. Ia dilantik pada hari Jum’at 23 April 2004. Rangkap jabatan itu hanya berlangsung lebih kurang selama enam bulan dan berakhir tanggal 21 Oktober 2004.

Baca Juga : Agung Wicaksono, S.Pd. M.Pd

Sebagai seorang yang berlatar belakang guru, pemikiran A. Malik Fadjar dalam pendidikan menarik
untuk dikaji. Ia pernah mengurus masalah pendidikan pada dua lembaga berbeda, yaitu sebagai Menteri
Agama pada tahun 1998-1999 pada masa Presiden B. J. Habibie dan Mendiknas pada tahun 2001-2004
pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid. Ketika menjabat Menteri Agama, Malik Fadjar mengeluarkan kebijakan tentang pengalihan lAIN menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) dan Fakultas Cabang menjadi Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) berdasar Keputusan Presiden No. II Tahun 1997. Selain itu Malik Fadjar berusaha membenahi manajemen haji, di antaranya dalam hal kurang transparansinya dana haji, kuota haji, kelompok terbang (kloter), visa, jama’ah paspor hijau, kursi (seat) kosong, dan komersialisasi jamaa’ah Ongkos Naik Haji (ONH) plus. Ia memulai upaya itu dengan penyusunan Rancangan Undang-undang (RUU) Haji. Malik Fadjar menanggapi positif RUU Haji yang disampaikan pada Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Februari 1999 Akhirnya Undang-undang (UU) No. 17 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan lbadah Haji dan Umrah ditandatangani/disahkan oleh Presiden B.J . Habibie pada tanggal 3 Mei 1999.

Baca juga : Profil Soewandi


KEBIJAKAN PENDIDIKAN
Malik Fadjar dipercaya menjadi Mendiknas dalam Kabinet Gotong Royong pada masa pemerintahan
Presiden Megawati Soekarno Putri tahun 2001-2004. Ia berpendapat bahwa pendidikan nasional
harus mempunyai visi dan misi. Visi dan misi itu bertumpu pada kenyataan kehidupan berbangsa di
Indonesia, artinya semua aspek harus menjadi pertimbangan dalam merancang visi pendidikan nasional.
Visi pendidikan hanya akan mampu menjawab tantangan apabila mempertimbangkan segala hal yang
berkaitan dengan khazanah dan warisan budaya bangsa. Malik Fadjar melakukan berbagai kebijakan
yang berkaitan dengan peningkatan mutu, tata kelola, dan akses pendidikan bagi masyarakat. KebijakanĀ­
kebijakan tersebut meliputi tingkat pendidikan usia dini (PAUD), pendidikan dasar, pendidikan
menengah, dan perguruan tinggi. Dalam hal tata kelola sekolah untuk meningkatkan mutu, Malik Fadjar mengeluarkan kebijakan tentang Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Pengelolaan pendidikan berbasis sekolah dan masyarakat terutama pada jenjang pendidikan dasar dan berkelanjutan. Manajemen berbasis sekolah menekankan arah terciptanya kondisi yang desentralis baik pada tatanan birokrasi maupun pengelolaan sekolah. Melalui manajemen ini masyarakat sekolah memiliki kemandirian dalam merencanakan, mengelola, dan mengatur rumah tangga sekolah masing-masing, termasuk bagaimana dan kepada siapa peserta didiknya “dijual”.

Otonomi sekolah menyarankan adanya kemandirian yang unggul dibanding dengan sekolah-sekolah lain sehingga diharapkan memiliki “daya jual” tersendiri di tengah persaingan pendidikan yang mengglobal. MBS merupakan realisasi desentralisasi pendidikan. Sedikitnya ada empat bentuk yang perlu diidentifikasi, meliputi (I) dekonsentrasi, yaitu pelimpahan sebagian kewenangan a tau tanggung jawab administratif ke tingkat yang lebih rendah; (2) delegasi, yaitu pelimpahan atau pemindahan tanggung jawab manajerial dan fungsional ke organisasi di luar struktur birokrasi; (3) devolusi, yaitu penguatan dan penciptaan unit pemerintah di daerah; dan (4) privatisasi atau swastanisasi, yaitu pemberian wewenang secara penuh kepada swasta untuk merencanakan, menjalankan, dan mengevaluasi seluruh sistem yang dikontruksi. MBS ditawarkan sebagai salah satu alternatif jawaban pemberian otonomi daerah di bidang pendidikan mengingat prinsip dan kecenderungan yang masih mengembalikan pengelolaan manajemen sekolah kepada pihak-pihak yang dianggap paling mengetahui kebutuhan sekolah. Sebagai orang yang pernah terlibat di Departemen Agama dan memahami tentang lembaga pendidikan agama, Malik Fadjar memahami betul bagaimana mutu madrasah-madrasah yang dikelola Departemen Agama dibandingkan dengan sekolah-sekolah yang berada di Departemen Pendidikan Nasional.
Kesenjangan antara madrasah swasta dan madrasah negeri pun tampaknya juga menjadi masalah yang belum tuntas diselesaikan. Kesenjangan tersebut meliputi beberapa hal, seperti pandangan guru, sarana dan prasarana, dan kualitas input siswa yang kesemuanya berpengaruh baik langsung maupun tidak langsung pada mutu pendidikan. Oleh sebab itu dikeluarkanlah Surat Keputusan Bersama Menteri Pendidikan Nasional dan Menteri Agama yang berkaitan dengan penyediaan guru, buku-buku, dan peralatan lain dari departemen terkait.
Pada saat Malik Fadjar menjabat Mendiknas isu reformasi masih begitu kuat. Reformasi pun dilakukan dalam bidang pendidikan. Salah satu hasil reformasi pendidikan adalah lahirnya UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). UU tersebut dinilai sangat reformatif karena memuat berbagai aturan sebagai tanggapan atas tuntutan keterbukaan. Gerakan reformasi mengubah banyak tatanan. Dalam kurun 1999-2002, Undang-undang Dasar (UUD) 1945 empat kali diamandemen. Konsekuensi dari amandemen itu adalah banyaknya perubahan dalam berbagai
tatanan kenegaraan dan pemerintahan, termasuk bidang pendidikan. Ada dua amandemen terkait bidang pendidikan. Pertama, pada amandemen kedua (2000) dimasukkan Bab X A tentang Hak Asasi Manusia, khususnya pasal 28 C ayat I, yang isinya antara lain tentang pendidikan sebagai hak
asasi manusia. Kedua, pada amandemen keempat (2002), dimasukkan Bab XIII tentang Kebudayaan dan Pendidikan yang memuat pasal 31 yang khusus mengatur pendidikan secara mendasar. Untuk
mewujudkan hal tersebut, Bab XIII ayat 4 mengamanatkan bahwa negara memprioritaskan anggaran
pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Pemberian prioritas ini merupakan suatu
terobosan, sebab konsekuensinya adalah pendanaan yang tinggi, sehingga membutuhkan kesadaran
kolektif tentang betapa penting pendidikan bagi keberlangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara
pad a mas a yang akan datang.
Pada bagian lain, UU Sisdiknas 2003 melahirkan kebijakan seperti standar nasional pendidikan.
Pembentukan Badan Standar Pendidikan Nasional (BSNP) berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP)
19 Tahun 2005 dimaksudkan untuk mewujudkan standar nasional tersebut. lmplikasi kehadiran BSNP
ialah terdapat pergeseran pembuatan keputusan dalam kebijakan pendidikan, terutama terkait dengan
kurikulum pendidikan nasional.
Otonomi pendidikan berarti pengalihan pengelolaan pendidikan dasar dan menengah dari pusat ke
pemerintah daerah (Pemda), yang memandang hubungan pusat dan daerah tidak lagi dalam kerangka
hierarkis, tetapi konsultatif. Pemerintah pusat hanya memantau pemberdayaan dengan menyalurkan
bantuan dalam model block grant, dana alokasi umum (DAU), dan dana alokasi khusus (DAK).
Lahirnya UU No. 22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah berdampak pula terhadap kurikulum secara
nasional. Pada masa Malik Fadjar menjabat sebagai Mendiknas lahir Kurikulum 2004-atau yang
dikenal dengan nama Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)-sebagai penyempurnaan kurikulum
sebelumnya, yaitu Kurikulum 1994. Kurikulum 2004 menekankan pengembangan kemampuan untuk
melakukan (kompetensi) tugas-tugas tertentu sesuai dengan standar yang ditetapkan.
Empat landasan empirik yang menjadi pertimbangan lahirnya KBK sebagai berikut:

  1. Adanya berbagai ketimpangan dalam kehidupan mulai dari aspek moral, akhlak, dan jati diri hingga sosial, ekonomi, dan politik.
  2. Semakin terbatasnya sumber daya dan kesempatan untuk memperoleh lapangan kerja.
  3. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta dampaknya terhadap pendidikan.
  4. Hasil pendidikan secara umum belum memuaskan.

KBK lahir sebagai tanggapan atas perkembangan teori belajar yang baru, yaitu teori konstruktivisme.
Teori ini menolak pemahaman aliran behaviorisme yang berkembang sebelumnya. Para behavioris
meyakini bahwa pembelajaran merupakan sebuah pembiasaan yang dilakukan secara berulang dan
konsisten, sedangkan teori konstruktif beranggapan bahwa siswa beajar melalui proses menemukan sendiri ilmu pengetahuan dan mengkonstruksi sendiri ilmu pengetahuannya berdasar pengalaman dan
pengetahuan yang diperoleh sebelumnya dan selama belajar. Otonomi pendidikan tidak hanya diterapkan pada jenjang sekolah, tetapi juga pada jenjang pendidikan tinggi. Malik Fadjar sebagai Mendiknas mengeluarkan kebijakan berkenaan dengan otonomi perguruan tinggi. Otonomi pendidikan tinggi dalam arti luas bukan saja masalah pengelolaan secara manajerial, tetapi juga termasuk pengembangan akademik secara terpadu (transdisiplin ilmu), pertanggungjawaban (akuntabilitas),
dan jaminan mutu (quality assurance). Malik Fadjar mengeluarkan kebijakan yang mengubah beberapa status perguruan tinggi negeri (PTN) menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Penyelenggara perguruan tinggi yang berstatus sebagai PT BHMN memiliki otonomi akademik dan keuangan.
Di samping itu Malik Fadjar meluncurkan Televisi Edukasi (TV-E) untuk penyebaran informasi tentang
pendidikan bagi masyarakat yang lebih luas. TV-Ā£ dirancang untuk mendidik dan mencerdaskan
masyarakat dengan rancangan yang arif dan etika tinggi, sehingga diharapkan menjadi media pembelajaran masyarakat melalui teknologi.


PEMIKIRAN PENDIDIKAN
Di samping sebagai pejabat, Malik Fadjar juga pemerhati, pemikir, dan sekaligus pelaku yang senantiasa
memperhatikan pendidikan anak bangsa, sehingga tidak salah bila ia disebut sebagai “penggerak
reformasi”, khususnya dalam bidang pengembangan pendidikan di Indonesia. Malik Fadjar merupakan
pribadi pejuang dan pengabdi yang penuh percaya diri dan keberanian dalam mengkonstruksi cita-cita
dan mimpi-mimpinya. Ia mengatakan bahwa pendidikan harus bisa memberi solusi nyata terhadap
persoalan globalisasi yang mendera bangsa Indonesia, antara lain (I) stigma keterpurukan bangsa, (2)
eskalasi politik yang masih tidak stabil, (3) krisis moral dan etika, dan (4) pudarnya identitas bangsa.
Banyak berkah yang dapat ditimba dari globalisasi, di samping sekaligus memunculkan keprihatinan dan
gugatan atas berbagai negatif yang ditimbulkan, terutama berkenaan dengan pengaruh budaya luar
yang berpotensi menyisihkan, bahkan mematikan budaya lokal yang dipercaya mengandung kearifan
tradisional (traditional wisdom). Malik Fadjar berpendapat bahwa pendidikan merupakan wahana ampuh untuk membawa bangsa dan negara menjadi maju dan terpandang dalam pergaulan bangsa-bangsa dan dunia internasional. Hal ini memberikan pemahaman yang sangat luas mengenai pentingnya pendidikan.
Dalam menghadapi era globalisasi, menurut Malik Fadjar, terdapat tiga tantangan besar yang dihadapi dunia pendidikan Indonesia, yakni (I) mempertahankan hasil-hasil yang telah dicapai, (2) mengantisipasi era global, serta (3) melakukan perubahan dan penyesuaian sistem pendidikan nasional yang mendukung proses pendidikan lebih demoraktis dan memperhatikan keragaman.
Salah satu karakteristik yang membedakan antara perubahan pada masa lalu dan masa sekarang/
mendatang adalah wilayah dan warna tantangan yang bersifat global, tidak mengenal batas-batas
geografis negara, bangsa, suku, etnis, dan bahkan agama. Dinamika perubahan berjalan relatif lebih
cepat dan kompleks karena saling berkait antara faktor dan komponen yang menjadi sebab dan akibat
suatu perubahan. Hal ini tentu saja memerlukan adaptasi yang kritis dan cepat, yang kadang-kadang
tidak begitu mudah dilakukan oleh lembaga sosial seperti sekolah dan perguruan tinggi. Selain itu
adanya transisi yang ditandai masih belum satunya visi dan penafsiran terhadap kebijakan otonomi
daerah menyebabkan dalam beberapa persolalan tertentu terasa sulit “menyatubahasakan” hak dan
kewenangan daerah dengan kepentingan nasional.
Pendidikan harus mengganti paradigma lama dengan paradigma baru, berorientasi pada masa depan,
merintis kemajuan, berjiwa demokratis, bersifat desentralistik, berorientasi pada peserta didik, bersifat multikultural, dan berorientasi pada perspektif global sehingga terbentuk pendidikan yang
berkualitas dalam menghadapi tantangan perubahan global menuju terbentuknya masyarakat madani
Indonesia. Hal tersebut disebabkan pendidikan baik formal maupun nonformal dalam tatanan konsep
pada dasarnya memiliki peran penting melegitimasi-bahkan melanggengkan-sistem dan struktur
sosial yang ada dan sebaliknya pendidikan merupakan proses perubahan sosial. Meskipun demikian
peran pendidikan terhadap sistem dan struktur sosial sangat bergantung pada paradigma pendidikan
yang mendasarinya.
Tanpa mengecilkan arti perkembangan dan hasil capaian selama 10 tahun pelaksanaan reformasi
pendidikan, secara jujur harus diakui bahwa masa depan dunia pendidikan di Indonesia semakin berat,
lebih-lebih pada milenium ketiga sebagai tonggak psikologis di dalam kehidupan umat manusia yang
ditandai dengan perubahan yang serba cepat dan dahsyat dalam berbagai aspek kehidupan. Saat ini kita
berada di dalam tatanan kehidupan masyarakat mega-kompetisi abad ke-21. Tidak ada lagi ruang dan
waktu dalam masyarakat tanpa kompetisi. Kompetisi telah dan akan merupakan prinsip hidup yang
baru. Dunia semakin terbuka dan bersaing untuk memposisikan diri agar berada di urutan terdepan
dalam menghasilkan karya-karya unggulan dan merebut setiap kesempatan serta peluang yang terbuka
dalam pasar kerja, pasar untuk berbagai jenis produk jasa dan teknologi. Untuk tetap eksis dan survive di arena kehidupan global yang serba kompetitif, menurut Malik Fadjar, diperlukan sumber daya manusia (SDM) dalam jumlah besar yang memiliki keunggulan kompetitif.
Dalam hal ini pendidikan dituntut kemampuan dan perannya untuk menumbuhkembangkan
“potensi intelektual dan afeksi”. Hal ini berarti (I) melalui pendidikan peserta didik harus disiapkan
supaya dapat mengantisipasi perkembangan berdasarkan pengetahuan; (2) melalui pendidikan
dikembangkan kemampuan dan sikap peserta didik untuk dapat memahami berbagai situasi serta
berhadapan dengan situasi dan kondisi terbaru; (3) melalui pendidikan dikembangkan kemampuan
peserta didik untuk mengakomodasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang
pesat dan perubahan dahsyat yang ditimbulkannya, serta tetap bisa menguasai perubahan dan
tidak turut tenggelam dalam perubahan itu; dan (4) melalui pendidikan persepsi peserta didik
tentang dunia perlu diorientasikan kembali akibat perkembangan IPTEK dan perubahan sosial
yang cepat. Tantangan zaman dulu lain dengan tantangan zaman sekarang dan tantangan yang akan
datang. Dunia sekarang “semakin kecil” sehingga reformasi pendidikan dan pengembangan kualitas
SDM harus berkelanjutan agar tidak ketinggalan. lnilah tantangan masa depan dunia pendidikan di
lndonesia.

Malik Fadjar mengatakan bahwa sebenarnya esensi pendidikan adalah pewarisan kebudayaan (ilmu
pengetahuan, teknologi, ide-ide, etika dan nilai-nilai spiritual, serta estetika) dari generasi yang lebih
tua kepada generasi yang lebih muda dalam setiap masyarakat atau bangsa. Di samping itu pendidikan
merupakan suatu kebutuhan hidup (necessity of life), sebagai bimbingan (direction), dan sebagai sarana
pertumbuhan (growth) yang mempersiapkan dan membukakan serta membentuk disiplin hidup.
Pendidikan mengandung misi keseluruhan aspek kebutuhan hidup serta perubahan-perubahan terjadi.
Oleh karena itu Malik Fadjar menginginkan pendidikan yang dari satu sisi harus esensialis dan di sisi lain
harus progresifis. Artinya, pendidikan harus futuralistik (memandang jauh ke depan), akan tetapi tidak
boleh mengabaikan nilai-nilai esensi budaya sebagai warisan dari generasi ke generasi berikutnya. Malik
Fadjar menyebutnya sebagai pendidikan yang berakar kuat pada nilai sejarah masa lalu.
Adapun peran lembaga pendidikan yang berkarakter, menurut Malik Fadjar, meliputi (I) menerjemahkan
nilai-nilai, norma-norma, dan muatan pendidikan yang dituntut oleh masyarakat, bangsa, dan negara
yang terus bergerak secara dinamis; (2) mengkolaborasikan makna dan isi pendidikan sebagai praksis
pembangunan bangsa sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi ataupun perkembangan
dan perubahan yang tengah berlangsung; serta (3) menggali dan mencari alternatif-alternatif model dan
jenis pendidikan yang berwawasan lingkungan, ekonomi, sosial, dan budaya. Peran lembaga pendidikan
merupakan sebuah peran inti yang diemban demi terlaksananya pendidikan berkarakter. lmplementasi
yang dilakukan oleh lembaga pendidikan hendaknya bukan merupakan sebuah tindakan yang kaku dan
statis demi memenuhi tuntutan di sekitarnya. Hal tersebut juga berkaitan dengan perkembangan yang
terjadi di sekitar lembaga itu sendiri. Tentu saja pendidikan tidak hanya menjadi suatu lembaga yang
aktif untuk melakukan pembaharuan dalam menemukan pilihan-pilihan lain yang berpengaruh terhadap
lingkungan sekitarnya.
Sistem Pendidikan dan Pengembangan SDM harus mengedepankan aspek-aspek penting. Filosofi
dan kebijakan pendidikan nasional yang menunjukkan bahwa reformasi filosofi dan nilai-nilai dasar
pendidikan sangat diperlukan sebagai dasar pengembangan pendidikan nasional yang secara konseptual
dapat diterima oleh logika, secara kultural sesuai dengan budaya bangsa, dan secara politis dapat
diterima oleh masyarakat luas.
Pendidikan berbasis masyarakat, menurut Malik Fad jar, bertujuan (I) membantu pemerintah dalam
memobilisasi sumber daya baik setempat maupun dari luar serta meningkatkan peran masyarakat untuk
mengambil bagian yang lebih besar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pendidikan di semua
jenjang, jenis, dan jalur pendidikan; (2) menstimulasi perubahan sikap dan persepsi masyarakat terhadap
rasa kepemilikan sekolah, tanggung jawab, kemitraan, toleransi, dan kesediaan menerima perbedaan sosial dan budaya; (3) mendukung inisiatif pemerintah dalam meningkatkan dukungan masyarakat terhadap sekolah, khususnya orang tua dan masyarakat melalui kebijakan desentralisasi, serta (4) mendukung peran masyarakat untuk mengembangkan inovasi kelembagaan guna melengkapi, meningkatkan, dan mengganti peran sekolah dan meningkatkan mutu dan relevansi, pembukaan kesempatan yang lebih besar, serta peningkatan efisiensi manajemen pendidikan dasar untuk wajib
belajar pendidikan dasar dan menengah.

Baca Juga : Daftar Menteri Pendidikan Indonesia

PENDIDIKAN ISLAM
Malik Fadjar merupakan lulusan perguruan tinggi agama Islam sehingga mempunyai gagasan atau
pemikiran tentang pendidikan Islam. Menurut Malik Fadjar, pendidikan merupakan proses humanisasi
atau pemanusiaan manusia, suatu pandangan yang mengimplikasikan proses kependidikan dengan
berorientasi pada pengembangan aspek-aspek kemanusiaan manusia, baik secara fisik-biologis
maupun rohaniah-psikologis. Ia mengemukakan bahwa pendidikan Islam paling tidak mempunyai tiga
pengertian sebagai berikut:

  1. Pendirian dan penyelenggaraan lembaga pendidikan Islam didorong oleh hasrat mengejewantahkan nilai-nilai Islam yang tercermin dalam nama lembaga pendidikan dan kegiatan-kegiatan yang diselenggarakannya. Dalam pengertian ini Islam dilihat sebagai sumber nilai yang harus diwujudkan dalam kehidupan lembaga pendidikan bersangkutan.
  2. Lembaga pendidikan Islam adalah lembaga yang memberikan perhatian dan yang menyelenggarakan kajian tentang Islam yang tercermin dalam program kajian sebagai ilmu
    dan diperlakukan sebagai ilmu-ilmu lain yang menjadi program kajian lembaga pendidikan
    Islam bersangkutan.
  3. Pendidikan Islam mengandung dua pengertian di atas dalam arti lembaga tersebut memperlakukan Islam sebagai sumber nilai bagi sikap dan tingkah laku yang harus tercermin dalam penyelenggaraannya ataupun sebagai bidang kajian yang tercermin dalam program
    kajiannya.

Pendidikan Islam mempunyai peran strategis sebagai sarana human resources dan human investment.
Hal ini berarti selain bertujuan menumbuhkembangkan kehidupan yang lebih baik, pendidikan juga ikut
mewarnai dan menjadi landasan moral dan etik sebagai perekat nilai kemanusiaan dalam pemberdayaan
jati diri bangsa. Faktor utama kelemahan umat Islam dalam menyelenggarakan pendidikan Islam, menurut
Malik Fadjar, terletak pada dataran epistemologis, yaitu bagaimana mencairkan nilai-nilai Islam
sebagai setting social cultural yang berkembang. Dengan kata lain umat Islam masih menghadapi
keterbatasan SDM, yaitu manusia yang memiliki etos, pengetahuan, dan keterampilan memadai.
Paling tidak ada dua cara untuk mewujudkan sistem nilai Islam pada bidang pendidikan sebagai
sebuah sistem pendidikan yang dapat diandalkan, yakni
(I) meningkatkan kualitas berpikir dengan cara meningkatkan kecerdasan dan (2) memperluas wawasan dan meningkatkan kualitas kerja melalui peningkatan etos kerja. Malik Fadjar menyimpulkan permasalahan pendidikan Islam di Indonesia, di antaranya (I) lemahnya wawasan kekinian dan
masa depan sehingga kemampuan memberi respon kepada tantangan dan tuntutan sangat miskin serta (2) kebanyakan masih terbatas pada mempertahankan yang baik dari masa silam dan belum membuka diri untuk mengambil yang baru dan yang lebih baik dari masa kini, sehingga dari hal tersebut menimbulkan pemikiran konservatif terhadap hal-hal yang lebih baik pada era modernisasi dan globalisasi.
Reorientasi pendidikan Islam dapat dilakukan dengan beberapa langkah, yakni (I) pendidikan
integralistik, yaitu model pendidikan yang berorientasi pada komponen kehidupan yang meliputi
unsur ketuhanan, kemanusiaan, dan kealaman; (2) pendidikan humanistik, yaitu model pendidikan
yang memandang manusia sebagai manusia sehingga akan menciptakan pribadi yang menghargai hakĀ­
hak manusia; (3) pendidikan pragmatik, yaitu model pendidikan yang memandang manusia
sebagai makhluk yang selalu membutuhkan sesuatu, mempertahankan dan mengembangkan hidupnya, sadar pada kebutuhan hidupnya, dan peka terhadap masalah sosial kemanusiaan; serta (5) pendidikan yang berakar pada budaya, tidak meninggalkan akar-akar sejarah, sehingga membentuk manusia
yang memiliki kepribadian, harga diri, dan percaya diri.
Saat ini lembaga pendidikan Islam harus merancang model-model pendidikan alternatif sesuai
dengan kebutuhan perkembangan zaman. Muncul pertanyaan “model-model pendidikan Islam yang
bagaimana?” yang diharapkan dapat menghadapi dan menjawab tantangan perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat baik sosial maupun kultural menuju masyarakat Indonesia baru. Pendidikan
Islam merupakan pendidikan yang idealistik, yakni pendidikan yang integralistik, humanistik, pragmatik,
dan berakar kuat pada budaya. Pendidikan integralistik mengandung komponen-komponen kehidupan
yang meliputi Tuhan, manusia, dan alam pada umumnya sebagai suatu yang integral bagi terwujudnya kehidupan yang baik, serta pendidikan yang menganggap manusia sebagai suatu pribadi jasmani-rohani,
intelektual, perasaan, dan individu-sosial.
Terbinanya kepribadian Muslim, menurut Malik Fadjar, tampak pada diri K.H. Ahmad Dahlan (1868-1923) yang mencita-citakan pendidikan yang memberi kedamaian dan diselenggarakan dengan (I) baik budi dalam agama, (2) luas pandangan, dan (3) bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakat.
Dengan perkataan lain bahwa perwujudan pendidikan Islam K.H. Ahmad Dahlan mengacu pada tiga
matra yang saling terkait, yaitu (I) tauhid yang akan mendudukkan harkat manusia sebagai inson ahsani
taqwim, punya daya tahan terhadap segala ujian hidup, dan siap memihak kepada kebenaran; (2) jiwa
dan pandangan hidup Islam yang akan membawa cita rahmatan Iii olamin; dan (3) kemajuan yang akan
menempatkan manusia hidup.
Oleh karena itu proses pembentukan manusia seutuhnya (insan komi/) akan terwujud melalui
pendidikan yang berorientasi pada pengembangan sains, teknologi, dan penanaman nilai-nilai
kemanusiaan (fitrah) untuk membebaskan manusia dari belenggu kehidupan serta mendapatkan
pemahaman hakiki tentang fenomena atau misteri di balik kehidupan nyata, guna memperoleh
kebahagiaan yang abadi di sisi Allah . ltulah pendidikan yang bermakna secara horizontal sekaligus vertikal, yang akan menghasilkan manusia berkualitas iman kepada Allah, komitmen dengan ilmu pengetahuan, serta senantiasa beramal saleh.
Salah satu cara mendidik dalam Islam dikenal dengan pendekatan among. Ada dua hal yang
mendasari adanya pendekatan tersebut, yakni (I) kemerdekaan sebagai syarat untuk menghidupkan
dan menggerakkan kekuatan lahir dan batin, hingga dapat hidup merdeka serta (2) kodrat alam sebagai
syarat untuk menghidupkan dan mencapai kemajuan dengan secepat-cepatnya dan sebaik-baiknya.

Sumber : Buku ” Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia 1945-2018 ” Penerbit Direktorat Sejarah, Direktorat Jendaral Kebudayaan Kemdikbud Tahun 2018

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *